Awareness Christianity

Inside Out Christian Living

Archive for the tag “liturgi”

SING IN THE STRANGE LAND

Di tepi sungai-sungai Babel, di sanalah kita duduk sambil menangis, apabila kita mengingat Sion. Pada pohon-pohon gandarusa di tempat itu kita menggantungkan kecapi kita. Sebab di sanalah orang-orang yang menawan kita meminta kepada kita memperdengarkan nyanyian, dan orang-orang yang menyiksa kita meminta nyanyian sukacita: “Nyanyikanlah bagi kami nyanyian dari Sion!” Bagaimanakah kita menyanyikan nyanyian TUHAN di negeri asing?

(Mazmur 137:1-4)

Jika Anda melangkah ke dalam gereja modern, maka akan mendapati bahwa liturgi akan dimulai dengan menyanyikan kidung, koor atau lagu “pujian dan penyembahan”. Tidak ada pengecualian. Di setiap kasus akan ada seorang atau satu tim yang memimpin dan mengontrol nyanyian. Mereka memilih lagu, bagaimana menyanyikan lagu, dan kapan lagu akan berakhir. Umat Allah membiarkan diri mereka dipimpin oleh “imam-imam” profesional ini.

Hal ini kontras dengan keadaan gereja pada abad pertama. Dalam gereja mula-mula, menyanyi ada di tangan umat Allah. Gereja memimpin dirinya sendiri untuk menyanyi. Menyanyikan dan memimpin lagu-lagu adalah masalah korporat, bukan kejadian profesional yang dipimpin oleh ahli-ahli. (Efesus 5:19, Kolose 3:16)

A. Asal Mula Paduan Suara

Paduan Suara pertama kali dibentuk dan dilatih di bawah pemerintahan Konstantine untuk membantu merayakan Ekaristi. Praktek dibawa dari kebiasaan Romawi, yang memulai upacara kerajaan dengan prosesi musik. Sekolah khusus dibentuk dan penyanyi-penyanyi paduan suara diberikan status sebagai imam kedua. Tahun 367 M, nyanyian jemaat sama sekali dihentikan dan diganti oleh penyanyi-penyanyi profesional dalam gereja. Menyanyi dalam pertemuan ibadah Kristen didominasi oleh imam dan paduan suara.

Paduan Suara Paus dimulai abad kelima. Paus Gregory pada akhir abad ke-6, mereorganisasi Schola Cantorum (school of singing) di Roma. Dengan sekolah ini, Paus Gregory membentuk para penyanyi profesional yang melatih paduan suara di seluruh kerajaan Roma. Para penyanyi ini dilatih selama 9 tahun.

Paduan suara yang terlatih, penyanyi-penyanyi yang terlatih dan berhentinya nyanyian jemaat semua ini merefleksikan budaya Yunani yang dibangun di sekitar dinamika penonton-penghibur (audience-performer). Tragisnya, hal ini dibawa dari kuil dewi Diana dan drama Yunani masuk ke dalam gereja.

B. Kontribusi Reformasi

Kontribusi musik yang terbesar dari Reformasi adalah dipulihkannya nyanyian jemaat dan penggunaan alat-alat musik. John Huss (1372-1415) dari Bohemia adalah yang pertama kali memulihkan jemaat menyanyi dalam gereja. Luther mendorong jemaat untuk memuji pada berbagai bagian dari pertemuan ibadah. Namun puncak dari nyanyian jemaat terjadi pada abad 18 di bawah kebangunan rohani Wesley di Inggris. Pada zaman Reformasi, paduan suara tetap ada. Mereka mendukung dan memimpin jemaat untuk menyanyi. 150 setelah Reformasi, nyanyian jemaat mulai Pada abad ke-18, organ mengambil alih tempat paduan suara untuk memimpin nyanyian Kristen.

C. Asal Mula Tim Penyembahan

Dalam banyak gereja kontemporer, paduan suara digantikan oleh tim penyembahan. Standard dari tim penyembahan adalah gitar listrik, drums, keyboards, dan mungkin bass gitar dan beberapa vokalis khusus (singers). Dalam gereja-gereja ini, penyembahan berarti mengikuti lagu-lagu yang dinyanyikan oleh band.

Tim penyembahan berasal dari Calvary Chapel di tahun 1965 yang didirikan oleh Chuck Smith. Dia memulai pelayanan kepada kaum hippies dan surfers. Dia menerima kaum hippie yang bertobat untuk memainkan gitar mereka di kebaktian minggu. Bentuk musik yang baru ini kemudian disebut “pujian dan penyembahan”. Smith kemudian mendirikan perusahaan rekaman Maranatha Music pada tahun 1973.

Pada tahun 1977, seorang musikus genius bernama John Wimber mendirikan Anaheim Vineyard Christian Fellowship. The Vineyard mengikuti konsep tim penyembahan. The Vineyard telah mempengaruhi kekristenan dalam membentuk tim penyembahan dan musik penyembahan daripada Calvary Chapel. Musik Vineyard dikenal lebih intim dan bersifat lebih “menyembah”.

D. Dampak bagi orang Kristen

Tim penyembahan merampas dari umat Allah, fungsi mereka yang penting: untuk memilih dan memimpin nyanyian mereka sendiri dalam pertemuan mereka. Untuk membiarkan Yesus Kristus memimpin nyanyian dari jemaatNya daripada pemimpin manusia. (1 Kor 14:26, Efesus 5:19). Pemimpin pujian, paduan suara, tim penyembahan membuat hal tersebut di atas menjadi mustahil. Mereka membatasi Kekepalaan Kristus – khususnya PelayananNya untuk memimpin saudara-saudaraNya untuk menyanyikan pujian untuk BapaNya (Ibr 2:11-12).

Ketika nyanyian penyembahan hanya dapat dinyanyikan oleh orang-orang yang bertalenta, maka hal ini lebih mendekati hiburan (entertainment) daripada penyembahan korporat.

Asal Usul Urutan Ibadah dalam Gereja Modern

Pada tahun 380 M, Uskup Theodosius dan Gratian memerintahkan agar hanya ada satu gereja Ortodoks resmi yang diakui oleh negara, satu acuan iman – dogma atau doktrin Ortodoks. Setiap warga negara Roma dipaksa menjadi anggota dan diharuskan percaya akan lex fidei, hukum iman. Kelompok atau pergerakan lain – termasuk pertemuan Kristiani di Rumah-rumah – dinyatakan terlarang. Karena ibadah orang Kristen semakin hari semakin formal dalam gedung gereja setelah masa Konstantine, maka pola dasar sinagoge Yahudi dibangkitkan dan diwarisi, dengan penambahan pengakuan iman. Ada 5 elemen yang ada dalam kebaktian di sinagoge:

  1. Ajakan beribadah dengan himne dan sebuah panggilan formal untuk menyembah.
  2. Doa dan permohonan.
  3. Pelajaran dari kitab Suci.
  4. Sebuah wejangan yang didasarkan pada pelajaran dari kitab suci.
  5. Sebuah permohonan ucapan syukur sebagai penutup.

Martin Luther dalam Reformasinya menolak misa yang dilakukan oleh gereja Katolik dan membuat urutan ibadah untuk gereja Protestan. Urutannya sebagai berikut:

  1. Menyanyi
  2. Berdoa
  3. Khotbah
  4. Nasihat kepada jemaat.
  5. Perjamuan Kudus.
  6. Menyanyi
  7. Doa setelah perjamuan
  8. Doa Berkat.

John Calvin, John Knox dan Martin Bucer menambahkan sesuatu pada susunan ibadah tersebut. Orang-orang ini menyusun urutan ibadah antara tahun 1537 dan 1562. susunan ibadah mereka mirip dengan kepunyaan Luther hanya menambahkan pengumpulan uang setelah khotbah. Calvin tidak mengijinkan adanya alat-alat musik dalam gereja Reformasi. Bagian yang paling merusak dari liturgi Calvin adalah dia memimpin hampir seluruh pelayanan dari mimbarnya. Sumbangan dari Calvin yang lain adalah masuk ke dalam gedung kebaktian dengan sikap hormat. Bucer menambahkannya dengan cara membaca Dasa Titah di permulaan setiap ibadah. Ketika Calvinisme sampai di Eropa, Liturgi Calvin di Geneva diadopsi oleh gereja-gereja Protestan:

  1. Doa
  2. Pengakuan Iman
  3. Menyanyi (Mazmur)
  4. Doa untuk pencerahan Roh dalam khotbah
  5. Khotbah
  6. Pengumpulan dana
  7. Doa umum
  8. Perjamuan (pada saat-saat tertentu) ketika Mazmur dinyanyikan
  9. Doa Berkat

Kaum Puritan yaitu Calvinis dari Inggris. Kaum Puritan berusaha untuk merestorasi pertemuan Gereja PB. Namun beberapa usaha mereka membuat kesalahan yang besar. Kontribusi positif dari kaum Puritan adalah para pendeta menulis khotbah mereka sendiri. Kontribusi negatifnya adalah adanya “doa pastoral” yang terlalu panjang sebelum khotbah. Susunan ibadah kaum Puritan:

  1. Panggilan untuk beribadah.
  2. Doa pembuka
  3. Membaca Kitab Suci
  4. Menyanyikan Mazmur
  5. Doa sebelum khotbah
  6. Khotbah
  7. Doa sesudah khotbah

Beberapa dari golongan Puritan yang menyebut dirinya Free Church menciptakan yang disebut “hymn sandwich”

  1. Tiga nyanyian
  2. Pembacaan Kitab Suci
  3. Musik Paduan suara
  4. Doa selaras
  5. Doa pastoral
  6. Khotbah
  7. Persembahan
  8. Doa Berkat

Navigasi Pos