Awareness Christianity

Inside Out Christian Living

Archive for the category “Pelayanan Kristen”

SING IN THE STRANGE LAND

Di tepi sungai-sungai Babel, di sanalah kita duduk sambil menangis, apabila kita mengingat Sion. Pada pohon-pohon gandarusa di tempat itu kita menggantungkan kecapi kita. Sebab di sanalah orang-orang yang menawan kita meminta kepada kita memperdengarkan nyanyian, dan orang-orang yang menyiksa kita meminta nyanyian sukacita: “Nyanyikanlah bagi kami nyanyian dari Sion!” Bagaimanakah kita menyanyikan nyanyian TUHAN di negeri asing?

(Mazmur 137:1-4)

Jika Anda melangkah ke dalam gereja modern, maka akan mendapati bahwa liturgi akan dimulai dengan menyanyikan kidung, koor atau lagu “pujian dan penyembahan”. Tidak ada pengecualian. Di setiap kasus akan ada seorang atau satu tim yang memimpin dan mengontrol nyanyian. Mereka memilih lagu, bagaimana menyanyikan lagu, dan kapan lagu akan berakhir. Umat Allah membiarkan diri mereka dipimpin oleh “imam-imam” profesional ini.

Hal ini kontras dengan keadaan gereja pada abad pertama. Dalam gereja mula-mula, menyanyi ada di tangan umat Allah. Gereja memimpin dirinya sendiri untuk menyanyi. Menyanyikan dan memimpin lagu-lagu adalah masalah korporat, bukan kejadian profesional yang dipimpin oleh ahli-ahli. (Efesus 5:19, Kolose 3:16)

A. Asal Mula Paduan Suara

Paduan Suara pertama kali dibentuk dan dilatih di bawah pemerintahan Konstantine untuk membantu merayakan Ekaristi. Praktek dibawa dari kebiasaan Romawi, yang memulai upacara kerajaan dengan prosesi musik. Sekolah khusus dibentuk dan penyanyi-penyanyi paduan suara diberikan status sebagai imam kedua. Tahun 367 M, nyanyian jemaat sama sekali dihentikan dan diganti oleh penyanyi-penyanyi profesional dalam gereja. Menyanyi dalam pertemuan ibadah Kristen didominasi oleh imam dan paduan suara.

Paduan Suara Paus dimulai abad kelima. Paus Gregory pada akhir abad ke-6, mereorganisasi Schola Cantorum (school of singing) di Roma. Dengan sekolah ini, Paus Gregory membentuk para penyanyi profesional yang melatih paduan suara di seluruh kerajaan Roma. Para penyanyi ini dilatih selama 9 tahun.

Paduan suara yang terlatih, penyanyi-penyanyi yang terlatih dan berhentinya nyanyian jemaat semua ini merefleksikan budaya Yunani yang dibangun di sekitar dinamika penonton-penghibur (audience-performer). Tragisnya, hal ini dibawa dari kuil dewi Diana dan drama Yunani masuk ke dalam gereja.

B. Kontribusi Reformasi

Kontribusi musik yang terbesar dari Reformasi adalah dipulihkannya nyanyian jemaat dan penggunaan alat-alat musik. John Huss (1372-1415) dari Bohemia adalah yang pertama kali memulihkan jemaat menyanyi dalam gereja. Luther mendorong jemaat untuk memuji pada berbagai bagian dari pertemuan ibadah. Namun puncak dari nyanyian jemaat terjadi pada abad 18 di bawah kebangunan rohani Wesley di Inggris. Pada zaman Reformasi, paduan suara tetap ada. Mereka mendukung dan memimpin jemaat untuk menyanyi. 150 setelah Reformasi, nyanyian jemaat mulai Pada abad ke-18, organ mengambil alih tempat paduan suara untuk memimpin nyanyian Kristen.

C. Asal Mula Tim Penyembahan

Dalam banyak gereja kontemporer, paduan suara digantikan oleh tim penyembahan. Standard dari tim penyembahan adalah gitar listrik, drums, keyboards, dan mungkin bass gitar dan beberapa vokalis khusus (singers). Dalam gereja-gereja ini, penyembahan berarti mengikuti lagu-lagu yang dinyanyikan oleh band.

Tim penyembahan berasal dari Calvary Chapel di tahun 1965 yang didirikan oleh Chuck Smith. Dia memulai pelayanan kepada kaum hippies dan surfers. Dia menerima kaum hippie yang bertobat untuk memainkan gitar mereka di kebaktian minggu. Bentuk musik yang baru ini kemudian disebut “pujian dan penyembahan”. Smith kemudian mendirikan perusahaan rekaman Maranatha Music pada tahun 1973.

Pada tahun 1977, seorang musikus genius bernama John Wimber mendirikan Anaheim Vineyard Christian Fellowship. The Vineyard mengikuti konsep tim penyembahan. The Vineyard telah mempengaruhi kekristenan dalam membentuk tim penyembahan dan musik penyembahan daripada Calvary Chapel. Musik Vineyard dikenal lebih intim dan bersifat lebih “menyembah”.

D. Dampak bagi orang Kristen

Tim penyembahan merampas dari umat Allah, fungsi mereka yang penting: untuk memilih dan memimpin nyanyian mereka sendiri dalam pertemuan mereka. Untuk membiarkan Yesus Kristus memimpin nyanyian dari jemaatNya daripada pemimpin manusia. (1 Kor 14:26, Efesus 5:19). Pemimpin pujian, paduan suara, tim penyembahan membuat hal tersebut di atas menjadi mustahil. Mereka membatasi Kekepalaan Kristus – khususnya PelayananNya untuk memimpin saudara-saudaraNya untuk menyanyikan pujian untuk BapaNya (Ibr 2:11-12).

Ketika nyanyian penyembahan hanya dapat dinyanyikan oleh orang-orang yang bertalenta, maka hal ini lebih mendekati hiburan (entertainment) daripada penyembahan korporat.

Asal Usul Urutan Ibadah dalam Gereja Modern

Pada tahun 380 M, Uskup Theodosius dan Gratian memerintahkan agar hanya ada satu gereja Ortodoks resmi yang diakui oleh negara, satu acuan iman – dogma atau doktrin Ortodoks. Setiap warga negara Roma dipaksa menjadi anggota dan diharuskan percaya akan lex fidei, hukum iman. Kelompok atau pergerakan lain – termasuk pertemuan Kristiani di Rumah-rumah – dinyatakan terlarang. Karena ibadah orang Kristen semakin hari semakin formal dalam gedung gereja setelah masa Konstantine, maka pola dasar sinagoge Yahudi dibangkitkan dan diwarisi, dengan penambahan pengakuan iman. Ada 5 elemen yang ada dalam kebaktian di sinagoge:

  1. Ajakan beribadah dengan himne dan sebuah panggilan formal untuk menyembah.
  2. Doa dan permohonan.
  3. Pelajaran dari kitab Suci.
  4. Sebuah wejangan yang didasarkan pada pelajaran dari kitab suci.
  5. Sebuah permohonan ucapan syukur sebagai penutup.

Martin Luther dalam Reformasinya menolak misa yang dilakukan oleh gereja Katolik dan membuat urutan ibadah untuk gereja Protestan. Urutannya sebagai berikut:

  1. Menyanyi
  2. Berdoa
  3. Khotbah
  4. Nasihat kepada jemaat.
  5. Perjamuan Kudus.
  6. Menyanyi
  7. Doa setelah perjamuan
  8. Doa Berkat.

John Calvin, John Knox dan Martin Bucer menambahkan sesuatu pada susunan ibadah tersebut. Orang-orang ini menyusun urutan ibadah antara tahun 1537 dan 1562. susunan ibadah mereka mirip dengan kepunyaan Luther hanya menambahkan pengumpulan uang setelah khotbah. Calvin tidak mengijinkan adanya alat-alat musik dalam gereja Reformasi. Bagian yang paling merusak dari liturgi Calvin adalah dia memimpin hampir seluruh pelayanan dari mimbarnya. Sumbangan dari Calvin yang lain adalah masuk ke dalam gedung kebaktian dengan sikap hormat. Bucer menambahkannya dengan cara membaca Dasa Titah di permulaan setiap ibadah. Ketika Calvinisme sampai di Eropa, Liturgi Calvin di Geneva diadopsi oleh gereja-gereja Protestan:

  1. Doa
  2. Pengakuan Iman
  3. Menyanyi (Mazmur)
  4. Doa untuk pencerahan Roh dalam khotbah
  5. Khotbah
  6. Pengumpulan dana
  7. Doa umum
  8. Perjamuan (pada saat-saat tertentu) ketika Mazmur dinyanyikan
  9. Doa Berkat

Kaum Puritan yaitu Calvinis dari Inggris. Kaum Puritan berusaha untuk merestorasi pertemuan Gereja PB. Namun beberapa usaha mereka membuat kesalahan yang besar. Kontribusi positif dari kaum Puritan adalah para pendeta menulis khotbah mereka sendiri. Kontribusi negatifnya adalah adanya “doa pastoral” yang terlalu panjang sebelum khotbah. Susunan ibadah kaum Puritan:

  1. Panggilan untuk beribadah.
  2. Doa pembuka
  3. Membaca Kitab Suci
  4. Menyanyikan Mazmur
  5. Doa sebelum khotbah
  6. Khotbah
  7. Doa sesudah khotbah

Beberapa dari golongan Puritan yang menyebut dirinya Free Church menciptakan yang disebut “hymn sandwich”

  1. Tiga nyanyian
  2. Pembacaan Kitab Suci
  3. Musik Paduan suara
  4. Doa selaras
  5. Doa pastoral
  6. Khotbah
  7. Persembahan
  8. Doa Berkat

Kepemimpinan Gereja

A. Filosofi Kepemimpinan Dunia
Ketika berbicara tentang kepemimpinan dalam dunia, yang amat disayangkan hari-hari ini juga terjadi dalam gereja, maka kita akan mendapatkan nilai-nilai kepemimpinan sebagai berikut:
1. Kepemimpinan adalah Kekuasaan/ Memerintah.
2. Kepemimpinan adalah Otoritas dalam Struktur/ Kedudukan.
3. Kepemimpinan adalah Pengendalian.

B. Filosofi Kepemimpinan Alkitab
Dalam Alkitab, kita melihat setiap disebutkan tentang kepemimpinan, maka akan dihubungkan dengan hal sebagai berikut:
1. Kepemimpinan adalah Kehambaan/ Melayani. (Markus 10:43-44).
2. Kepemimpinan adalah Pembapakan (1 Tesalonika 2:11).
B – Bertumbuh
A – Arah
P – Pondasi
A – Anugerah
K – Karakter

3. Kepemimpinan adalah Keteladanan (1 Kor 4:6; 2 Tim 3:10).

C. Syarat Kepemimpinan Alkitabiah
Alkitab memuat beberapa kriteria untuk pemimpin dalam jemaat:
1. Keintiman yang bertumbuh/ hubungan dengan Tuhan (Yoh 15:1-6).
2. Karakter Ilahi (1 Tim 3:2-3).
3. Autentisitas (bertindak seperti yang dikatakan dengan tepat dan sungguh-sungguh).
4. Integritas (terpadunya gaya hidup dan keyakinan) (Amsal 10:9; 11:3).
5. Kerendahan Hati.
6. Mahir membangun hubungan (Mat 23:8; Yoh 15:15).

D. Issue tentang Otoritas dan Ketaatan
Otoritas nampaknya menjadi topik yang hangat pada hari-hari belakangan ini. Apalagi ketika kita berbicara tentang kepemimpinan, nampaknya topik tentang otoritas dan ketaatan tidak dapat dilewatkan. Untuk memahami hal ini, pertama kita harus mengerti bahwa ada dua kata yang mempunyai aspek yang berbeda dengan apa yang kita sebut dengan “otoritas”:

1. Dunamis, yang biasanya diterjemahkan dengan “kuasa”. Yang memiliki Kuasa adalah: Allah, Yesus, Roh Kudus, malaikat-malaikat, setan-setan, penguasa-penguasa di udara. Manusia tidak memiliki kuasa dari dirinya sendiri, mereka hanya diberikan kuasa oleh yang memiliki kuasa di atas.
2. Exousia, kata ini biasa diterjemahkan sebagai “kuasa” atau “otoritas”. Daftar dalam PB yang memiliki exousia sama dengan yang memiliki dunamis. Akan tetapi daftar diperluas sampai kepada manusia. Raja memiliki otoritas untuk memerintah (Roma 13:1-2), murid-murid Yesus memiliki otoritas atas sakit penyakit dan roh-roh jahat (Mat 10:1). Orang Kristen memiliki otoritas atas bebrbagai hal dalam kehidupan mereka: benda-benda milik (Kis 5:4), makan, minum, menikah (1 Kor 11:10). Walaupun demikian PB tidak pernah mengatakan bahwa orang Kristen memiliki otoritas atas sesama orang Kristen. Kecuali dalam 2 Korintus 10:8 dan 13:10 di mana Paulus berkata bahwa ia mempunyai otoritas untuk membangun bukan untuk meruntuhkan. Dalam hal ini ada tiga penjelasan:
a. Di sini Paulus tidak mengatakan bahwa ia mempunyai otoritas “atas” seseorang tetapi ia mempunyai otoritas “untuk” suatu tujuan.
b. Dalam bagian ini, Paulus berbicara sebagai seorang “yang bodoh”.
c. Konteks surat ini ditandai dengan nada bujukan (persuasi). Jika ia mempunyai otoritas atas jemaat, mengapa ia kuatir dan membujuk? Bukankah cukup dengan memerintah mereka?

Kalau demikian, kepada siapa kita harus taat? Jika kita melihat penggunaan kata “taat” (hupakouo) dalam PB, maka kita akan melihat bahwa kita diharuskan taat kepada Allah (Roma 10:16), doktrin rasul-rasul (Fil 2:12, 2 Tes 3:14), anak-anak kepada orang tua (Efesus 6:1), hamba kepada majikan (Ef 6:5). Tidak pernah dikatakan bahwa orang Kristen harus taat kepada penatua gereja.
Lalu bagaimana dengan Ibrani 13:17? Jika kita perhatikan kata “taat” di sini. Kata “taat” ini menggunakan kata peitho yang berarti “meyakinkan”. Dalam bentuk yang digunakan di sini maka kata ini berarti “biarkan dirimu diyakinkan oleh” atau “mempunyai keyakinan dalam”. Maka, orang percaya membiarkan dirinya diyakinkan oleh para pemimpinnya, bukan mentaati mereka dengan membabi buta, namun dengan masuk dalam diskusi dengan mereka dan membuka hati kepada apa yang mereka katakan.
Kata lain yang digunakan adalah “tunduk”. Kata yang digunakan di sini tidak menggunakan kata yang biasa dipakai dalam Alkitab untuk “tunduk” yaitu hupotasomai, melainkan menggunakan kata hupeitko dan hanya muncul sekali di sini. Kata ini tidak berkonotasi struktural, namun dengan peperangan setelah seseorang menyerah. Gambaran di sini adalah suatu diskusi yang serius dan pertukaran setelah salah seorang menyerah.

E. Meruntuhkan tembok awam-imam
Satu hal lagi yang perlu dibahas dalam hal kepemimpinan gereja adalah bahwa di dalam gereja tidak ada golongan “khusus” yang berfungsi sebagai ‘imam” (pengantara). Dalam PB, kita semua orang percaya dijadikan “imam-imam” (1 Pet 2:9, Why 1:6). Sistem kependetaan yang kita miliki hari ini merupakan warisan dari PL yang diteruskan lewat “kecelakaan gereja” dalam sejarah. Bibit dari sistem “kependetaan” ini sudah dapat kita lihat dalam akhir abad pertama, yaitu dalam diri Diotrefes (3 Yoh 9-10) dan doktrin Nikolaus yang dibenci Tuhan Yesus (Why 2:6).
Setelah kematian Yohanes sebagai rasul terakhir, gereja menghadapi dua tantangan yang serius: penganiayaan dari luar dan perpecahan karena perbedaan pendapat dan ajaran sesat dari dalam. Untuk mengatasi hal tersebut, maka para pemimpin gereja generasi kedua membuat solusi dengan cara menciptakan organisasi yang lebih terperinci. Ada 3 hal yang mereka lakukan:
1. Para pemimpin membuat suatu garis penerus kekuasaan rohani yang ditarik dari rasul mereka sendiri.
2. Peraturan dasar perintah perlu ditulis untuk disebarluaskan secara umum kepada persekutuan-persekutuan yang ada. Jadi, The Didache dibukukan. Pada dasarnya ini adalah pedoman disiplin yang memberikan petunjuk untuk kehidupan dan kebaktian.
3. Model kepemimpinan dasar diubah. Ignatius of Antioch (35 – 107) mengutarakan doktrin kepemimpinan yang berbeda dari doktrin kepemimpinan Yesus dan rasul-rasul.

Pada tahun 107 M, dalam perjalanan menjadi martir di Roma, dia menulis serangkaian surat. Enam dari tujuh suratnya menekankan hal yang sama. Mereka penuh dengan peninggian akan otoritas dan pentingnya jabatan bishop. Menurut Ignatius, bishop memiliki kuasa tertinggi dan harus ditaati secara mutlak. Dia mengatakan “all of you follow the bishop as Jesus Christ follows the Father…No one is to do any church business without the bishop…Whereever the bishop appears, there let the people be…You yourselves must never act indepedently of your bishop and clergy. You should look on your bishop as a type of the Father…Whatever he approves, that is pleasing to God…”.
Bagi Ignatius, bishop berdiri di tempat Allah sedangkan penatua (presbyter) berdiri di tempat 12 rasul. Hanya bishop yang dapat melakukan perjamuan kudus, menjalankan baptisan, menasehati, mendisiplinkan anggota gereja, mengesahkan pernikahan dan berkhotbah (nampaknya hal ini tidak asing bagi kita). Inilah awal dari “monoepiscopate” dan inilah yang diteruskan menjadi “solo-pastor” dalam gereja-gereja modern.
Pada pertengahan abad ketiga, otoritas Bishop mengeras menjadi jabatan yang pasti. Cyprian of Carthage (200-258), bishop mulai dipanggil dengan sebutan “imam”. Pada abad ketiga para bishop dan presbyter disebut “clergy”. Cyprian mengatakan bahwa di atas bishop tidak ada otoritas lagi kecuali Allah. Siapa yang memisahkan diri dari bishop memisahkan diri dari Allah. Ini adalah awal doktrin “covering/penudungan” yang tidak alkitabiah.
Pada abad keempat, hierarki bertingkat telah mendominasi kekristenan. Paling atas adalah bishop, di bawahnya adalah para prebyster, di bawah mereka adalah diaken, dan di bawah mereka adalah kaum miskin, kaum “awam” yang menyedihkan. Kepemimpinan Hieraki dijumpai di kebudayaan Mesir, Babel, Persia dan Yunani-Romawi. Pada abad keempat, Konstantine mengorganisasi gereja memurut pola distrik Roma. Paus Gregory kemudian membentuk pelayanan gerejawi menurut hukum Roma.
Walaupun para Reformator mempertanyakan banyak aspek dari keimamatan Katolik, namun mereka tetap membawa pemisahan imam-awam dari Katolik dan juga membawa ide “pelantikan/penahbisan”. Hanya sebutannya saja diganti. John Calvin mengubah sebutan “imam” menjadi “gembala/pastor”. Zwingli dan Bucer juga menghargai kata “gembala”. Luther menukar kata “imam” menjadi “pengkhotbah”, “pelayan” dan “gembala”. Para reformator meninggikan para gembala untuk berfungsi sebagai kepala gereja. Menurut Calvin “the pastoral office is necessary to preserve the church on earth in a greater way than the sun, food, and drink are necessary to nourish and sustain the present life”. Menurut Calvin, berkhotbah, membaptis dan melakukan perjamuan Kudus hanya dilakukan oleh para gembala bukan jemaat. Bagi semua reformator, fungsi utama dari seorang pelayan adalah berkhotbah. Luther mengatakan “it is a wonderful thing that the mouth of every pastor is the mouth of Christ, therefore you ought to listen to the pastor not as a man, but as God”. Calvin menambahkan elemen ketiga bagi tugas seorang gembala selain berkhotbah dan melayankan sakramen, dia juga adalah seorang “penyembuh jiwa”. Ini adalah awal dari “pastoral counseling” atau “pastoral care”.

F. Theologi APEPT

Apostolic function: Menghubungkan secara translokal, memulai pekerjaan misi yang baru, dan mengawasi perkembangan mereka
Prophetic function: Membedakan realitas spiritual pada situasi yang ada dan mengkomunikasikan mereka dalam cara dan waktu yang tepat untuk kelanjutan misi umat Allah
Evangelistic function: Mengkomunikasikan injil dengan cara yang tepat sehingga orang berespon dalam iman dan pemuridan
Pastoral function:Menggembalakan umat Allah dengan memimpin, memberi makan, mejaga dan merawat mereka
Teaching function:Mengkomunikasikan hikmat Allah yang dinyatakan agar umat Allah belajar bagaimana mentaati segala perintah Kristus kepada mereka.

Menemukan Kembali Gereja…

Hari ini kata “gereja” sudah mengalami perubahan arti. Dan perubahan arti itu merugikan kehidupan gereja. Oleh karena itu kita perlu menemukan kembali arti gereja yang hilang tersebut.

 

A. Arti Gereja menurut orang-orang Kristen Modern

  • Gereja adalah bangunan di mana orang-orang Kristen melakukan kebaktian.
  • Gereja adalah organisasi agama di mana orang Kristen bergabung.
  • Gereja adalah kebaktian yang diadakan oleh orang-orang Kristen (khususnya hari Minggu).
  • Gereja adalah organisasi yang sudah disyahkan oleh sebuah denominasi tertentu.

 

Kata “church” (yang diterjemahkan dalam Alkitab LAI sebagai jemaat atau gereja dalam pemakaian sehari-hari) dalam bahasa Inggris sebenarnya berasal dari kata sifat dalam bahasa Yunani kuriakos yang berarti “dari Tuhan” atau “milik/kepunyaan Tuhan” yang kemungkinan kependekan dari kuriakos doma atau kuriakos oikos yang dapat diartikan umat kepunyaan Tuhan atau rumah Tuhan. Sedangkan kata benda dalam bahasa Yunani yang mendekati konsep ini adalah sunagoge yang dapat berarti ganda yaitu umat Tuhan atau tempat khusus di mana mereka berkumpul. Namun yang menarik, dari arti-arti di atas tidak satupun yang ada/dipakai dalam Alkitab untuk mengacu kepada jemaat/gereja.

 

B. Arti Gereja Menurut Alkitab

Setiap kata “gereja” muncul dalam Perjanjian Baru, ia berasal dari kata Yunani ekklesia. Tidak seperti kuriakos maupun sunagoge, kata ekklesia:

§         Tidak pernah mengacu kepada bangunan atau tempat untuk menyembah.

§          Kata ini berasal dari dua kata yaitu ek yang artinya keluar dan kaleo yang artinya memanggil.

§         Kata ini selalu berarti sebuah pertemuan, kumpulan orang atau jamaah (jemaat).

§         Di luar Perjanjian Baru, kata ekklesia selalu digunakan untuk perkumpulan politik yang berkumpul secara teratur dengan tujuan untuk membuat keputusan atas kota di mana mereka berkumpul.

§         Jadi, ekklesia selalu bermakna orang-orang (yang dipanggil keluar).

 

C. Penggunaan kata Ekklesia

Dalam PB, terdapat 6 cara penggunaan yang berbeda dari kata ekklesia:

  1. Dalam Kis 19:23-41 menunjuk pada perkumpulan para pengrajin yang dipanggil oleh Demetrius untuk berkumpul di teater kota.
  2. Dalam Kis 7:38 dan Ibrani 2:12 digunakan untuk perkumpulan Israel di padang gurun dan di Bait Allah.
  3. Dalam Matius 18:17, 1 Kor 11:17-18; 14:4-5, 18-19, 23, 28, 34-35 digunakan untuk perkumpulan orang-orang Kristen yang bertemu dengan tepat dan terjadwal.
  4. Dalam Kisah 8:1, Roma 16:1, 1 Tes 1:1 dan Why 2:1, 8, 12, 18 digunakan kepada jumlah total orang Kristen yang ada di suatu kota.
  5. Dalam Roma 16:5, 1 Kor 16:19, Kol 4:15, Filemon 2 digunakan untuk pertemuan secara teratur dalam rumah-rumah anggotanya.
  6. Dalam Mat 16:18, Kis 9:31, Efesus 1:22; 3:10, 20-21; 5:23, 25-27, 29, 32 dan Kol 1:18, 24 digunakan untuk tubuh Kristus yang rohani, totalitas orang Kristen di segala tempat dan waktu.

 

D. Implikasi dari Penggunaan kata Ekklesia dalam PB.

§        Gereja bukan organisasi, program, acara atau bangunan. Gereja adalah ORANG-ORANG!

§        Gereja bukan gedungnya dan bahkan tidak memerlukan gedung. Lewat pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib, Ia telah membuat rumah Allah yang baru yaitu gereja (Yoh 2:19-21; 1 Kor 3:17, 6:19, Ef 2:21). Allah tidak berdiam dalam bangunan yang dibuat oleh tangan manusia (Kis 7:48).Membuat sebuah gedung dan menamainya gereja adalah pelecehan terhadap karya Kristus. Gedung pertemuan barulah muncul pada tahun 327 M dibuat oleh kaisar Konstantine. Dibangun berdasarkan basilika Romawi yang mencontoh model kuil-kuil kafir Yunani. Dengan demikian selama 300 tahun, gereja PB bertumbuh, berkembang, dan mempengaruhi dunia tanpa gedung.

§        Gereja bertemu di rumah-rumah. Inilah pola Allah bagi gerejaNya! Strategi penginjilan Yesus adalah lewat rumah-rumah (Mat 10:12-14, Luk 10:5-7), diteruskan oleh rasul-rasul (Kis 10:22; Kis 16:15). Orang-orang Kristen berkumpul di rumah-rumah (Kis 2:46; 5:42; 8:3; 12:12; 16:40; 20:20; Rom 16:5; 1 Kor 16:19; Kol 4:15).

§        Gereja ada untuk kotanya. Ia adalah agen Kerajaan Allah untuk mendatangkan Kerajaan Allah atas kotanya. Dia ada untuk kesehjahteraan kotanya.

§        Batasan sebuah gereja adalah kota. Di sini kita menemukan adanya 3 ekspresi gereja dalam Perjanjian Baru:

1.      Gereja Universal – Tubuh Kristus.

2.      Gereja Lokal/ Gereja kota.

3.      Gereja Rumah.

Sedangkan gereja modern memiliki 3 ekspresi:

1.      Denominasi.

2.      Kongregasi (pertemuan ibadah/kebaktian tradisional mingguan)

3.      Kebaktian di rumah.

  • Gereja berkumpul secara teratur dan memiliki tujuan tertentu dalam bertemu.

  

 

 

E. Perbandingan antara Gereja PB, Modern dan Emergent

 

Apostolic dan post-apostolic Mode (32 – 313 M)

Christendom Mode

(313- sekarang)

Emerging Church

(10 th terakhir)

Tidak memiliki gedung suci. Gerakan bawah tanah dan dianiaya

Gedung menjadi pusat tekanan dan pengalaman

Menolak kebutuhan dan kepedulian akan gedung gereja

Kepemimpinan bekerja dengan fungsi 5 karunia pelayanan

Kepemimpinan oleh imam yang ditetapkan secara institusi, secara mendasar dalam mode gembala-guru

Kepemimpinan meliputi mode pioner-inovative termasuk fungsi 5 pelayanan. Tidak ada acuan kepada organisasi.

Akar rumput, gerakan desentralisasi

Institusi dan hirarki

Akar rumput, gerakan desentralisasi

Perjamuan dirayakan sebagai makan malam yang sakral

Meningkatkan penginstitusian anugerah melalui sakramen

Menebus, re-sakralisasi dan meritualkan simbol baru dan peristiwa, termasuk makan

Gereja adalah masyarakat pinggiran dan di bawah tanah

Gereja adalah pusat masyarakat dan budaya utama

Gereja adalah masyarakat dan budaya pinggiran. Gereja memeluk kembali posisi misi dalam hubungan budaya

Gereja yang Misionaris, incarnational-sending

Menarik/ Attractional

Gereja yang Misionaris, incarnational-sending

Gereja Pulang Ke Rumah

WELLCOME HOME

 

Rumah merupakan pola yang ditetapkan Allah dalam bergereja. Selama 300 tahun pertama dalam keberadaannya, gereja bertemu dalam rumah-rumah anggotanya, bukan dalam gedung khusus. Namun yang sangat luar biasa, mereka dapat berkembang dengan luar biasa. Oleh karena itu kita perlu mempelajari rahasia keberhasilan mereka.

 

A. Dasar theologi

Yang paling mendasari dari kegerakan “kembali ke rumah” ini adalah apa yang disebut sebagai theologia Komunitas. Gereja digambarkan dalam PB sebagai Keluarga, kita dikenal sebagai “the household of faith (keluarga iman)” (Gal 6:10) dan sebagai “the household of God (keluarga Allah)” (Efesus 2:19), sesama orang Kristen disebut sebagai “saudara saudari”. Kita, orang Kristen disebut sebagai “anak-anak Allah” (1 Yoh 3:1), dan “dilahirkan” dalam keluargaNya (Yoh 1:12-13). Dan kita berhubungan satu sama lain sebagai anggota keluarga (1 Tim 5:1-2; Roma 16:3). Cara kita bergereja adalah cara hidup sebagai keluarga (1 Tim 3:15).

Dan sebuah keluarga tentu saja berkumpul dalam sebuah rumah, bukan aula pertemuan! Rumah memberikan atmosfer yang tepat untuk membangun jenis hubungan antar pribadi yang bersifat kekeluargaan. Pertemuan gereja Perjanjian Baru adalah pertemuan keluarga dalam kenyataannya, bukan hanya sekedar kata-kata dan basa basi.

 

B. Keuntungan Gereja Rumah

     Setidaknya ada 12 kelebihan gereja rumah dibandingkan gereja tradisional kongregasional:

  • Memiliki kemampuan untuk memuridkan dan bermultiplikasi lebih besar.

Pemuridan hanya dapat terjadi lewat hubungan bukan dalam struktur/program dan tidak dapat dilakukan satu lawan satu melainkan dalam komunitas. Dalam gereja rumah, tidak ada orang yang dibiarkan bergumul sendirian dan menyembunyikan masalah, hal ini menyebutkan mereka cepat menjadi dewasa.

 

  • Memiliki struktur yang tahan aniaya.

Cara hidup yang sederhana dan fleksibel dan roh tahan aniaya menyebabkan gereja rumah dapat bertahan dalam penganiayaan.

 

  • Bebas dari penghalang-penghalang pertumbuhan gereja.

Karena berdasarkan prinsip organisme dan pertumbuhan alamiah, maka gereja rumah bebas dari penghalang-penghalang yang dimiliki gereja tradisional (gedung, fasilitas, pendeta, dsbnya)

 

  • Memiliki efisiensi yang lebih tinggi.

Gereja tradisional yang berbasiskan program hanya melibatkan 20% anggotanya, sedangkan 80% adalah pengangguran. Dalam gereja rumah, semua orang akan terlibat secara alamiah, sehingga mereka benar-benar berbahagia.

  • Menghancurkan dilema pelayanan pastoral

Dalam gereja tradional beban ditanggung oleh para gembala. Sehingga mereka menjadi kelelahan. Bertambahnya anggota, membuat pelayanan pastoral menurun. Dalam gereja rumah karena mereka saling bertanggung jawab dan menasehati, maka dilema ini terpecahkan.

 

  • Menyediakan wadah untuk transformasi dan tanggung jawab kehidupan.

Gereja tradisional hampir pasti tidak efektif dalam mengubah nilai-nilai dasar dan gaya hidup jemaat. Gereja rumah menawarkan kehidupan yang penuh tanggung jawab yang sifatnya saling menguntungkan dan hidup, di mana pengaruh teman yang telah ditebus menjadi sarana transformasi yang ampuh.

 

  • Merupakan tempat yang efektif bagi orang Kristen baru.

Gereja tradisional sering mempunyai mentalitas egosentris (gereja dan program menjadi pusat). Ini menimbulkan suasana yang tidak nyaman. Gereja rumah menyediakan suasana yang efektif, alamiah dan ramah bagi jiwa baru. Gereja rumah menyediakan orang tua rohani bukan guru dan kertas.

 

  • Menjadi jalan keluar bagi krisis kepemimpinan.

Gereja rumah dipimpin oleh penatua, merupakan orang yang lebih dewasa dibandingkan orang lain dalam komunitasnya. Mereka adalah orang-orang yang telah didewasakan dan diuji oleh kehidupan dan waktu. Mereka tidak harus menjadi pembawa acara yang terampil, guru yang pandai maupun manager yang handal.

 

  • Mengatasi perbedaan antara “imam” dan “awam”

Para penatua berfungsi bersama-sama dengan karunia-karunia yang ada dalam gereja rumah yang saling menyokong, untuk memelihara dan memultiplikasi kehidupan.

 

  • Lebih alkitabiah.

 

  • Lebih murah.

 

  • Membangkitkan terbentuknya gereja kota.

 

 

C. Agenda dalam Gereja Rumah.

Ada empat hal menonjol yang dilakukan oleh gereja rumah:

1. Makan Bersama.

§         Sewaktu Yesus mengajar para pengikutnya, biasanya ketika bertemu di rumah-rumah mereka, sambil makan dan minum apa yang disediakan. Malah sebenarnya, pengajaran Yesus terjadi di meja makan, saat sedang makan, bukan setelah sehabis makan. Kebiasaan ini diteruskan oleh gereja Perjanjian Baru (Kis 2:46).

§         Bahkan makan ini merupakan tujuan utama dari pertemuan kristiani mereka (1 Kor 11:33, Kis 20:7). Orang Kristen bertemu untuk makan. Perjamuan Tuhan dalam gereja mula-mula adalah makan yang sebenarnya dengan arti simbolis (bukan makan simbolis dengan arti sebenarnya).

§         Makan merupakan tanda persekutuan, penerimaan, kesepakatan dan kekeluargaan.

 

2. Saling mengajar untuk taat.

§         Tujuan pengajaran dalam budaya Ibrani bukanlah menambah pengetahuan, namun memperlengkapi seseorang tentang bagaimana melakukan suatu hal tertentu dan untuk menjelaskan kenapa berbagai hal itu ada, untuk menolong orang lain supaya taat dan melayani Allah serta kehendakNya (Roma 1:5).

§         Inti pengajaran adalah kisah (narasi) tentang Allah, tentang kita, tentang perjalanan sejarah bumi dan bagaimana kita menyesuaikan kisah kita dalam kisahNya (His-story) sendiri.

§         Metode pengajaran yang asli sifatnya relasional yang dirancang untuk menghasilkan seorang murid Kristus melalui hati yang taat serta pelayanan yang sesuai dengan karunianya.

§         Gaya pengajaran dapat merupakan percakapan singkat (bukan khotbah), ilustrasi, ibarat dan berbagai kisah yang biasanya disertai dan ditegaskan dengan “anggukan dan gumanan tanda setuju” atau selaan sehat oleh pertanyaan dan permintaan untuk menambah teh atau makanan kecil.

§         Dalam bahasa Yunani, kata yang sering diterjemahkan sebagai “berkhotbah” dalam PB adalah dialegomai yang arti sebenarnya adalah mengadakan dialog antara sejumlah orang (Kis 20:7). Oleh karena itu dalam pengajaran terdapat kesempatan tanya jawab yang interaktif dan dinamis.

§         Ujian untuk kelulusan dari pengajaran ini adalah: mentaati pengajaran, mendemonstrasikan lewat perubahan hidup dan mulai mengajar orang lain (Mat 28:20).

 

3. Membagi berkat materi dan rohani.

§         Salah satu kebiasaan dari jemaat mula-mula yang dicatat adalah “Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa (Kis 2:42)”. Kata persekutuan di sini (koinonia) mengandung makna partisipasi dan kontribusi (saling membagi apa yang dimiliki) dan hubungan yang intim. Oleh karena itu dalam ayat 44 dikatakan “Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama” (Kis 2:44). Kata “bersama” berasal dari kata koinos yang hampir mirip dengan kata koinonia dalam ayat 42.

§         Jemaat mula-mula mengekspresikan persekutuan dengan saling membagi berkat jasmani (Kis 4:32-35) dan rohani (1 Kor 14:26, Ef 5:19). Hal ini dapat terjadi karena paham lordship salvation yang mereka miliki. Bahwa kertika mereka percaya kepada Yesus, maka mereka bukan lagi milik mereka sendiri, melainkan milik Kristus, termasuk segala kepunyaan mereka.

§         Pertemuan Kristen tidak boleh didominasi oleh satu orang dan tidak bertujuan untuk “menyembah” atau “penginjilan” tetapi untuk “saling menasihati dan membangun”.

4. Berdoa bersama

§         “Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa (Kis 2:42)”. Doa merupakan detak jantung hubungan antara anak-anak Allah dengan Bapa di Sorga.

§         Doa adalah suatu komunikasi dua arah. Saat kita berbicara dengan Allah, Allahpun ingin menanggapi pembicaraan itu lewat para nabi, bahasa roh yang ditafsirkan, mimpi, penglihatan ataupun malaikat.

§         Gereja rumah tidak memiliki agenda pertemuan (liturgi), Roh Kudus adalah liturginya. Waktu gereja rumah tidak tahu apa lagi yang harus dilakukan, merekapun berdoa dan bernubuat, sampai Allah menyatakan isi hatiNya.

§         Gereja rumah sebagai keluarga rohani merupakan tempat ideal untuk saling mempertanggungjawabkan tingkah laku, termasuk di dalamnya saling mengaku dosa (Yak 5:16) sebagai salah satu bagian dari gaya hidup doa (Luk 11:4).

 

Gereja rumah adalah suatu cara hidup orang Kristen secara bersama-sama di sebuah rumah biasa dalam kuasa adikodrati.

 

 

 

D. Apologetika

Ada beberapa bantahan terhadap “gerakan gereja rumah”

  • Tempat kita berkumpul tidaklah penting.

Sanggahan: ini adalah sikap yang super-spiritual dan tidak realistis. Para arsitek dan konsultan bisnis menyadari sejak lama bahwa bangunan dan penataannya akan mempengaruhi suana hati dan hubungan orang.

  •  Hal ini hanyalah berbicara tentang fenomena budaya saat itu.

Sanggahan: adalah fakta bahwa tidak ada kelompok religius pada abad pertama bertemu secara ekslusif di rumah. Hanya gereja yang bertemu di rumah. Orang Yahudi bertemu di Bait Allah dan sinagoge, agama kafir bertemu di kuil-kuil. Kalau dilihat dari sisi budaya, mestinya orang Kristen harusnya membangun tempat suci mereka, namun mereka tidak melakukannya!

 

  • Mereka bertemu di rumah karena penganiayaan.

Sanggahan: ini adalah pandangan yang terlalu menyederhanakan sejarah. Ide bahwa seluruh gereja dianiaya secara terus menerus pada abad pertama adalah tidak benar. Penganiayaan sebelum tahun 250 M adalah sporadis, lokal dan berasal dari kelompok masyarakat bukan pemerintah. Bahkan dalam penganiayaan, gereja tidak pernah menyembunyikan tempat di mana mereka bertemu.

 

  • Gereja rumah hanyalah fase awal dari gereja.

Sanggahan: Ajaran para rasul bersifat anti-bangunan suci (Bait Allah). Apalagi fokus gereja PB adalah kedatangan Tuhan. Setiap orang Kristen mengantisipasi kedatanganNya pada zaman mereka.

 

E. Gereja Rumah bukan Gereja Sel

     Ada dua pergerakan hari-hari ini yang berpusatkan di rumah yaitu “gereja sel” dan “gereja rumah”. Walaupun dari luar sepertinya sama, sesungguhnya ini adalah dua pergerakan yang berbeda dengan nilai-nilai yang berbeda.

 

Perbedaan inti

Gereja Sel

Gereja Rumah

Filosofi

Kekepalasukuan

Tanpa Kepala suku

Mencerminkan

Budaya kota

Budaya desa

Berkembang di

Bangsa-bangsa prajurit

Bangsa pencipta damai

Sel merupakan

Bagian dari unit yang lebih besar

Unit itu sendiri

Administrasi

Sistem Yitro

Pelayanan 5 karunia

Program

Terikat agenda

Gereja rumah adalah agendanya

Struktur

Piramida

Datar

Kepemimpinan

Berjenjang

Penatua dan rasul-rasul

Pusat

Sentralisasi

Desentralisasi

Ibadah Raya

Wajib

Tidak wajib

Keterlihatan

Tinggi

Rendah

Tatanan

Evangelistik

Apostolik-prophetik

Sayap besar

Gereja denominasional

Gereja kota

CHANGING CHURCH

 

CHANGING CHURCH: WHY?

 

Perubahan adalah sesuatu yang tidak dapat ditolak. Dalam kehidupan kita sehari-hari perubahan adalah sesuatu yang biasa. Bahkan kita sangat menikmati perubahan tersebut sangat menguntungkan kita. Contoh: dari surat biasa ke surat elektrik (E-mail), dari telepon biasa ke telepon selular, dari mesin ketik manual ke mesin listrik listrik ke komputer, dari komputer portable ke laptop, dll. Gereja pun akan dan harus mengalami perubahan.

 

Dasar Perubahan Gereja

Ada beberapa dasar yang mengharuskan mengapa cara kita bergereja harus berubah.

 

1.      Dasar Budaya

§  Gereja bersifat ilahi dan manusiawi. Secara ilahi, ia bersifat kekal (tak berubah secara esensi) namun secara manusiawi, maka gereja mau tidak mau dipengaruhi oleh konteks budaya di mana ia berada.

§  Hari ini telah terjadi perubahan budaya dari era Modern menuju era Post-Modern. Hal mendasar dari perubahan ini adalah masalah epistemology (Bagaimana cara kita mengetahui sesuatu dan berpikir tentang sesuatu).

§  Modernisme biasanya  digambarkan sebagai mengejar kebenaran, bersifat absolut, berpikir linear, rasionalisme, kepastian, menekankan pada pikiran, yang mengakibatkan arogansi, infleksibilitas, keinginan untuk menjadi benar, keinginan untuk mengontrol. Dalam agama, berfokus kepada benar dan salah, kepercayaan (doktrin) yang benar, menekankan pengakuan.

§  Postmodernisme secara kontras, mengatakan apa yang kita ketahui dibentuk oleh budaya di mana kita hidup. Dikontrol oleh emosi dan keindahan. Bersifat lembut. Dalam agama, berfokus kepada hubungan, kasih, berbagi tradisi, kejujuran dalam diskusi.

§  Gereja dalam bentunya sekarang merupakan produk dari Modernisme karena tidak relevan dalam konteks PostModernisme yang muncul.

§  Contoh perubahan-perubahan yang disarankan:

Dr. C. Peter Wagner, sebagai pelopor dalam kegerakan New Apostolic Churches menunjukkan adanya 9 pergeseran paradigma yang sedang muncul:

 

1.       Dari Pemerintahan Denominasi kepada Pemerintah Apostolik (Rasuli)

2.       Dari Reformasi Internal kepada Pembaharuan Apostolik.

3.       Dari Visi gereja kepada Visi Kerajaan.

4.      Dari Persekutuan gereja berdasar Warisan (Denominasi) kepada Persekutuan Gereja berdasarkan Teritorial (Kota).

5.       Dari Ekspansi gereja kepada Transformasi Masyarakat.

6.      Dari Bertoleransi dengan Setan kepada Invasi kepada Kerajaan Setan.

7.       Dari Pendidikan Theologia kepada Memperlengkapi Pelayan.

8.       Dari Muatan Doktrin yang Berat kepada Muatan Doktrin yang Ringan.

9.       Dari Pengudusan Reformed kepada Kekudusan Wesley.

 

Eddie Gibbs, professor Pertumbuhan Gereja di School of World Mission di Fuller Theological Seminary menunjukkan 9 pergeseran paradigma yang sedang muncul:

 

1.       Dari Hidup di Masa lalu kepada Berurusan dengan Masa kini.

2.       Dari Berorientasi Market  kepada Berorientasi Misi.

3.       Dari Birokrasi Hirarki kepada Jaringan Apostolik.

4.      Dari Menyekolahkan Profesional kepada Mentoring Pemimpin.

5.       Dari Mengikuti Artis kepada Menjumpai Orang Kudus.

6.       Dari Menarik Pengunjung kepada Mencari yang Terhilang.

7.       Dari Belonging (Penerimaan) ke Believing (Pemuridan).

8.       Dari Orthodoxy yang Mati kepada Iman yang Hidup.

9.       Dari Jemaat Generik kepada Komunitas yang Berinkarnasi.

 

George Barna, pakar riset dari Amerika yang meneliti hubungan antara Gereja dan budaya di Amerika telah mengamati perubahan-perubahan yang muncul:

 

1.       Otoritas : dari Sentralisasi kepada Desentralisasi.

2.       Kepemimpinan : dari dipimpin pendeta kepada dipimpin orang “biasa”.

3.       Distribusi Kuasa : dari vertikal kepada horisontal.

4.       Reaksi kepada Perubahan : dari Menolak kepada Menerima.

5.       Identitas : dari tradisi dan aturan kepada Misi dan Visi.

6.       Lingkup pelayanan: dari segala macam kepada spesialisasi.

7.       Praktek : dari diikat oleh tradisi kepada diikat oleh relevansi.

8.       Peranan umat : dari observasi dan support kepada partisipasi dan inovasi.

9.      Produk utama : dari Pengetahuan kepada Transformasi (Perubahan).

10.  Faktor Sukses : dari ukuran, efisiensi, image kepada kemudahan akses, pemberian dampak, dan integritas.

11.   Tantangan utama: dari momentum, hubungan, kepemimpinan dan kepuasan kepada bidat, hubungan, kesatuan, kepemimpinan dan keseimbangan.

12.   Effek Teknologi : dari merebut perhatian kepada memfasilitasi pertumbuhan.

13.   Sarana bertumbuh : dari lebih lagi program-program yang dijalankan lebih baik kepada lebih lagi hubungan dan pengalaman.

14.   Prospek pertumbuhan : dari terbatas kepada tak terbatas.

 

  • Yesus mengatakan “Pada petang hari karena langit merah, kamu berkata: Hari akan cerah, dan pada pagi hari, karena langit merah dan redup, kamu berkata: Hari buruk. Rupa langit kamu tahu membedakannya tetapi tanda-tanda zaman tidak. (Mat 16:2-3)

  

2.      Dasar Misi

  • Salah satu tugas Gereja adalah BerMisi. Gereja yang tidak berMisi bukanlah Gereja. Salah satu prinsip Misi adalah Kontekstualisasi seperti yang digambarkan oleh Paulus “Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang.” (1 Korintus 9:19).
  •  Ada tiga  kelompok yang ada dalam masyarakat:

1.      Kelompok orang-orang Kristen yang ada dalam gereja-gereja tradisional.

2.      Kelompok orang-orang Kristen Nominal (KTP).

3.      Kelompok orang-orang Non Kristen yang tidak pernah bersinggungan dengan Kekristenan.

§  Gereja di Indonesia kurang maksimal dalam berMisi karena menganut 3 prinsip gereja yang dilahirkan sejak masa Konstantine (yang kita sebut kemudian dengan sebutan  Christendom “agama Kristen”). Tiga prinsip tersebut adalah:

1.      Attractional (Menarik Pengunjung).

2.      Dualistik

3.      Hierarkikal.

 

3. Dasar Alkitab

§  Tuhan Yesus sebagai Pencipta dan Kepala Gereja bukan hanya sekedar menciptakan Gereja, namun Ia juga terus membangun Gereja dan memberikan prinsip-prinsip yang olehnya Gereja dapat beroperasi dan bertumbuh (contoh: tentang kepemimpinan gereja, pertemuan gereja, baptisan, perjamuan kudus, pelayanan, hubungan gereja dengan negara, dll). Oleh karena itu dalam Alkitab bukan saja terdapat surat Efesus (yang membahas sisi kehidupan kekal gereja) namun juga surat Korintus (membahas sisi kehidupan praktis gereja) dan Kisah Para Rasul (keteladanan dalam bergereja).

§  Watchman Nee mengatakan “I do believe that mere technical correctness will give no spiritual gain to the saints, but I do believe that Liberty to dispense with what God has already ordered, simply because they pertain to external things, will certainly hinder spiritual life”. Margareth Barber mengatakan “God’s Spirit will only work along God’s lines”.

§  Dalam Alkitab dikenal adanya “apostolic traditions” yang harus dipegang dan dijalankan oleh gereja-gereja Allah (1 Kor 11:1-2; 14:33,36; 2 Tes 2:13-15).

 

4. Dasar Theologis.

  • Allah kita adalah Allah yang  memulihkan (dalam alam semesta, manusia, Israel dan Gereja). Ini adalah dasar theologia Pemulihan (Restoration theology).
  • Dalam sepanjang sejarah, Allah memulihkan gerejaNya. PemulihanNya dimulai tahun 1517 (Reformasi Luther) sampai sekarang. Reformasi Pertama memulihkan kebenaran-kebenaran tentang isi doktrin (theologis), Reformasi kedua dimulai pada abad ke-18 lewat gerakan pietisme adalah reformasi rohani memulihkan keintiman dengan Tuhan, Reformasi ketiga (dimulai tahun 2000) Allah memulihkan struktur gereja. C. Peter Wagner menyebutnya sebagai New Apostolic Reformation.
  • Sejarah kemunduran gereja:

Þ    Tahun 95 – Yohanes, rasul meninggal.

Þ    Tahun 100 – Hilangnya Baptisan Roh Kudus dalam gereja.

Þ    Tahun 130 – Hilangnya Nubuatan dan Penumpangan Tangan.

Þ    Tahun 160 – Hilangnya Kepemimpinan jamak, berlakunya keuskupan

Þ    Tahun 180 – Munculnya Denominasi (berasal dari kata Denome “the name” artinya nama) yang dibangun dengan roh Babel, membuat gereja terserak secara organisasi, dan kesatuan lokal hilang dalam gereja.

Þ    Tahun 185 – Hilangnya Baptisan Orang Percaya

Þ    Tahun 210 – Hilangnya pelayanan Keimamatan orang Percaya diganti dengan imam-imam profesional.

Þ    Tahun 225 – Hilangnya spontanitas dalam pertemuan ibadah.

Þ    Tahun 240 – Hilangnya kekudusan dalam gereja, munculnya Biara-biara (Monastik).

Þ    Tahun 300 – Hilangnya kekudusan dalam keluarga, imam dilarang menikah.

Þ    Tahun 312 – Kehilangan menyeluruh, Konstantin membuat Kristen menjadi agama negara dengan Dekrit Milan.

Þ    Tahun 350 – Munculnya prinsip amal, hilangnya keselamatan karena kasih karunia.

Þ    Tahun 392 – Gereja berkompromi dengan kekafiran (gereja mulai mengenal gedung, patung, mimbar, atribut). Doa menjadi mantra.

Þ    Tahun 400 – Dimulainya baptisan percik, hukum Indulgensia (pengampunan dosa). Sejak saat ini gereja masuk dalam The Dark Ages selama 1200 tahun.

 

  • Sejarah Pemulihan Gereja:

Þ     Tahun 1517 – Reformasi Luther, Pembenaran karena Iman.

Þ     Tahun 1700 – Gerakan Anabaptis, Baptisan orang percaya.

Þ     Tahun 1800 – Gerakan Holiness – Wesley, Kekudusan.

Þ     Tahun 1901 – Gerakan Pentakosta, Baptisan Roh Kudus

Þ     Tahun 1948 – Gerakan Hujan Akhir, karunia-karunia Roh Kudus/ pelayanan Penginjil.

Þ     Tahun 1960 – Gerakan Kharismatik, kespontanan dalam ibadah, Roh Kudus sebagai pemegang kendali dalam pertemuan, pujian dan tarian/pelayanan Guru.

Þ     Tahun 1970/1980 – Gerakan Hidup Berjemaat, Persekutuan dan kehangatan dalam berjemaat, munculnya Persekutuan Doa/ pelayanan Gembala dan Nabi.

Þ     Tahun 1990 – Pemulihan tubuh Kristus lewat 5 karunia pelayanan, kegerakan orang-orang kudus/ pelayanan Rasul.

Þ     Tahun 2000 – Struktur Gereja, Kota, Kerajaan Allah.

 

5. Dasar Profetis (Nubuatan)

  • Nubuatan yang diterima oleh Pendeta Mike Bickle dari Kansas pada tahun 1982 di Kairo “Allah akan mengubah bentuk dan ekspresi gereja dalam satu generasi sampai kepada keadaan di mana gereja tidak dapat dikenali lagi”
  • Nubuatan dari Rick Joyner, guru profetik dari Charlotte,USA: “saya melihat datangnya sebuah arus balik yang luar biasa kepada kekristenan yang alkitabiah sehingga pemahaman-pemahaman yang paling mendasar tentang kekristenan, baik oleh dunia maupun oleh gereja akan berubah. Hal ini terjadi tanpa adanya perubahan-perubahan pada doktrin-doktrin dasar iman kristen, tetapi sebuah perubahan yang membuat kita hidup oleh kebenaran-kebenaran yang kita kumandangkan. Hal ini akan menjadi nyata ketika kita dengan sungguh-sungguh dikenal karena kasih kita kepada orang lain.”

Navigasi Pos